BAB II
PEMBAHASAN
A. Penyakit Akibat Kerja
Kemajuan
dalam bidang industri sampai sekarang telah menghasilkan sekitar 70.000 jenis bahan berupa logam, kimia, pelarut, plastik, karet, pestisida, gas, dan
sebagainya yang digunakan secara umum dalam kehidupan sehari-hari dan
memberikan kenyaman dan kemudahan bagi penduduk di seluruh dunia. Namun di lain
pihak, bahan-bahan tersebut menimbulkan berbagai dampak seperti cedera dan
penyakit. Cedera akibat kerja dapat bersifat ergonomik, ortopedik, fisik,
mengenai mata, telinga dan lainnya. Penyakit penyakit akibat pajanan di
lingkungan kerja dapat berupa toksik, infeksi, kanker, gangguan hati, saraf,
alat reproduksi, kardiovaskular, kulit dan saluran napas.
Biological
dan chemical terrorism yang mulai banyak dikhawatirkan ditujukan untuk
menimbulkan kematian atau penyakit pada manusia, hewan dan tanaman dengan
menggunakan bahan seperti anthrax, cacar, virus ensefalitis yang dikeringkandan
dijadikan bubuk sehingga mudah disebarkan.
Penyakit
pertama yang diduga merupakan Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah silikosis yang
sudah terjadi pada masa manusia membuat peralatan dari batu api. Pengetahuan mengenai
PAK masih terbatas karena sulitnya melakukan studi epidemiologi; hal ini
disebabkan berbagai hal seperti definisi PAK yang belum jelas, praktek hygiene
industri dan cara-cara laporan yang berbeda, tidak ada studi kontrol, tidak
mungkin menentukan gejala minimal, banyak karyawan tidak melapor dan sudah
meninggalkan tempat kerja sewaktu penelitian dilakukan sehingga hanya ditemukan
survivor population. Hal tersebut terlihat dari sedikitnya laporan PAK di
Indonesia. PAK tersering adalah yang mengenai saluran napas yaitu asma dan
rinitis. PAK imunologik lain yaitu pneumonitis hipersensitif yang mengenai paru
dan PAK yang mengenai kulit.
B. Asma Akibat Kerja
Asma akibat
kerja adalah asma karena paparan zat di tempat kerja. Secara klinis asma akibat
kerja sama dengan asma yang bukan karena kerja. Beberapa penelitian menemukan
bahwa lamanya paparan setelah gejala timbul dan beratnya asma saat diagnosa
ditegakkan sangat menentukan prognosis.
Asma Akibat
Kerja (AAK) ditandai dengan obstruksi saluran napas yang variabel dan bronkus
hiperesponsif yang disebabkan oleh inflamasi bronkial akut dan kronis. Hal
tersebut bermula dari inhalasi debu, uap, gas yang diproduksi atau digunakan
karyawan atau secara tidak sengaja ditemukan dalam lingkungan kerja. Ciri dari
semua asma kronis adalah iritabilitas berlebihan terhadap berbagai
rangsangan/factor dalam lingkungan kerja Asma yang timbul dalam lingkungan
kerja dibedakan dalam dua kategori. Pertama adalah asma yang disebabkan
bahan/faktor dalam lingkungan kerja dan kedua asma yang sudah ada sebelum
bekerja dan dipicu (eksaserbasi) oleh bahan/ faktor dalam lingkungan kerja.5
Pada karyawan yang sudah menderita asma sebelum bekerja, 15% akan memburuk
akibat pajanan terhadap bahan/ faktor dalam lingkungan kerja.
Asma akibat
kerja yang menjadi permanen, menyebabkan penderita memiliki disabilitas, harus
pindah bekerja di bidang lain, bertambahnya biaya pengobatan, dan turunnya
kualitas hidup. Karenanya, perusahaan tempat ia berkerja dan mendapat asma
seharusnya memberikan kompensasi. Ironisnya banyak perusahaan malah memecat
pekerja tersebut. Untuk itu, perlu undang-undang yang mengatur kompensasi bagi
penderita penyakit alergi akibat kerja.
Secara
skematis mekanisme terjadinya asma digambarkan sebagai berikut: Secara umum
faktor risiko asma dibedakan menjadi 2 kelompok faktor genetik dan faktor
lingkungan
1.
Faktor genetik
a.
Hipereaktivitas
b.
Atopi/alergi bronkus
c.
Faktor yang memodifikasi penyakit genetik
d.
Jenis kelamin
e.
Ras/etnik
2.
Faktor
lingkungan
a.
Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah,
kucing, alternaria/jamur dll)
b.
Alergen diluar ruangan (alternaria, tepung sari)
c.
Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan,
kacang, makanan laut, susu sapi, telur)
d.
Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin,
NSAID, β bloker dll)
e.
Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household
spray, dan lain-lain)
f.
Ekpresi emosi berlebih
g.
Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
h.
Polusi udara di luar dan di dalam ruangan
i.
Perubahan cuaca.
C. Penatalaksanaan Asma Akibat Kerja
Penatalaksanaan asma akibat kerja sama dengan asma
lain secaraumum, yang penting adalah menghindari dari pajanan dari bahan
penyebab asma, makin cepat terbebas dari pajanan makin baik prognosisnya. Melanjutkan
pekerjaan ditempat pajanan bagi pekerja yang telahtersensitisasi akan memperburuk
gejala dan fungsi paru meskipun telah dilengkapi dengan alat pelindung ataupun
pindah keruang lain yang lebih sedikit pajanannya. Pada RADS, bila resiko
terjadinya pajanan ulang dengan bahan iritan dengan konsentrasi tinggi bisa
dihindarkan, maka penderita tidak perlu pindah tempat kerja. Bila terdapat
resiko terpajan lagi pada bahan iritan dengan konsentrasi tinggi, dianjurkan
untuk pindah tempat kerja.
Pemindahan kerja sulit dilakukan, karena tidak
mempunyai keahlianditempat lain. Bagi mereka yang menolak pindah kerja harus
diberitahukan bahwa apabila terjadi perburukan gejala atau memerlukan
penambahan pemakaian obat-obatan atau penurunan fungsi paru atau peningkatan derajat
hipereaktiviti bronkus maka penderita seharusnya pindah kerja. Pemantauan
merupakan hal yang tidak kalah pentingnya pada penderita asma akibat kerja.
Pada penderita yang telah pindah kerja ketempat yang bebas pajanan harus
dilakukan pemeriksaan ulang setiap 6 bulan selama 2 tahun.
Menghindari paparan terhadap alergen penyebab akan
memberikankesembuhan pada 50 % kasus. Banyak penelitian mendapatkan bahwa gejala
asma serta obstruksi bronkus dan hiperreaktifitas menetap walaupun sudah tidak
terpapar oleh alergen tersebut.
Pengobatan farmakologi asma akibat kerja sama dengan
asmalainnya diantaranya dengan pemberian kortikosteroid inhalasi.
Pengobatan dan pencegahan asma akibat kerja dengan
caraDesensitisasi hanya dapat diberikan pada beberapa bahan saja seperti debu, binatang
laboratorium, sedangkan dengan bahan kimia sangat berbahaya.
D. Diagnosa Asma Akibat Kerja
Diagnosis asma akibat kerja ditegakkan berdasarkan
anamnesis,pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang terdiri dari tes
faalparu, tes provokasi bronkus dan test imunologi atau test pajanan
denganalergen spesifik.
1.
Anamnesa
Semua
pekerja yang menderita asma dilakukan anamnesis yang teliti mengenai apa yang
terjadi dilingkungan kerjanya. Hal yang perlu ditanyakan:
a. Kapan
mulai bekerja ditempat sekarang.
b. Apakah
tinggal dilingkungan tempat bekerja.
c. Apa
pekerjaan sebelumnya.
d. Apa
yang dikerjakan setiap hari
e. Proses
apa yang terjadi ditempat kerja.
f. Bahan
– bahan apa yang dipergunakan dalam pekerjaan sehari-hari.
g. Apa
saja keluhan yang dirasakan dan sejak kapan mulai dirasakan.
h. Apakah
keluhan yang dirasakan berkurang setelah pulang kerja.
i.
Apakah gejalanya membaik bila berada jauh
dari tempat kerja atau pada saat hari libur.
Pada
asma akibat kerja yang berat belum memberikan perbaikanyang berarti saat libur
1 atau 2 hari pada akhir minggu, tetapi diperlukan waktu yang lebih lama.
Gejala klinis bervariasi umumnya penderita asma akibat kerja mengeluh batuk
berdahak dan nyeri dada, sesak nafas serta mengi, beberapa pekerja merasakan
gejala penyerta seperti rhinitis, iritasi pada mata dan dermatitis.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada asma akibat kerja sama dengan
asma padaumumnya, biasanya dalam batas normal, jadi tidak ada pemeriksaan yang spesifik
pada pasien asma akibat
kerja, namun perlu diperhatikan apakah terdapat jejas akibat bahan iritan, luka
bakar atau dermatitis karena bahan / zat ditempat kerja.
3.
Pemeriksaan Penunjang
a.
Tes Provokasi Bronkus
1)
Tes Provokasi bronkus non spesifik
Adanya hiperaktivitas bronkus dapat diuji dengan tes
provokasi bronkus mengunakan bahan histamin atau metakolin. Hasil tes provokasi
bronkus yang normal bukan berarti tidak terdapat asma akibat kerja, karena
derajat hiperaktivitas bronkus dapat berkurang bila penderita dibebaskan dari
pajanan setelah beberapa lama.
2)
Tes Provokasi bronkus Spesifik
Tes provokasi bronkus dengan alergen spesifik merupakangold
standar untuk diagnosis asma akibat kerja, tetapi karena banyak menimbulkan
serangan asma serta harus dilaksanakan dirumah sakitpusat dengan tenaga yang
terlatih, maka tes ini jarang dilakukan. Sebelum tes dilakukan, harus diketahui
bahan yang dicurigai sebagai alergen ditempat kerja dan kadar pajanan serta
dalam bentuk apa
bahan tersebut berada dilingkungan
kerja.
Indikasi utama uji provokasi bronkus dengan bahan
spesifik adalah
a)
Bila pekerja
asma akibat kerja, tidak diketahui zat penyebabnya.
b)
Bila pekerja
terpajan lebih dari satu zat penyebab asma kerja.
Bila diperlukan konfirmasi untuk
diagnosis penyakit sebelum pekerja
berhenti atau pindah karena diduga menderita asma kerja.
4.
Tes Kulit dan Tes Serologi
Pemeriksaan ini dilakukan bila agen penyebabnya
bahan dengan berat molekul besar, karena merangsang terjadinya reaksi imunologi
Bila tes ini positif maka menyokong untuk diagnosis asma akibat kerja.
E. Pencegahan Asma Akibat Kerja
Asma akibat kerja dapat
dicegah dan disembuhkan bila didiagnosislebih dini. Karena itu pencegahan
merupakan tindakan yang paling pentingPencegahan asma akibat kerja meliputi
pencegahan primer, sekunder dan tersier.
1.
Pencegahan primer
Pencegahan primer merupakan tahap pertama terhadap
bahan/zat paparan yang ada dilingkungan kerja seperti debu atau bahan kimia agar
tidak mengenai pekerja, sehingga pekerja tetap sehat selama dan setelah
bekerja. Kegiatan yang dilakukan adalah Health Promotion(Promosi
Kesehatan ) yaitu:
a.
Penyuluhan
tentang prilaku kesehatan dilingkungan kerja.
b.
Menurunkan
pajanan, dapat berupa subsitusi bahan, memperbaiki ventilasi, automatis proses
(robot ), modifikasi proses untuk menurunkan sensitisasi, mengurangi debu rumah
dan tempat kerja.
c.
Pemeriksaan
kesehatan sebelum mulai bekerja untuk mengetahui riwayat kesehatan dan
menentukan individu dengan resiko tinggi
d.
Kontrol
administrasi untuk mengurangi pekerja yang terpajan ditempat kerja dengan
rotasi pekerjaan dan cuti.
e.
Menggunakan alat
proteksi pernapasan.
2.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah mencegah terjadinya asma
akibat kerja pada pekerja yang sudah terpajan dengan bahan dilingkungan pekerjaannya.
Usaha yang dilakukan adalah : Pengendalian jalur kesehatan seperti pemeriksaan
berkala. Pemeriksaan berkala bertujuan mendeteksi dini penyakit asmaakibat
kerja. Usaha yang dilakukan adalah pemeriksaan berkala pada pekerja yang terpajan
bahan yang berisiko tinggi menyebabkan asma akibat kerja. Pemeriksaan berkala
ditekankan pada 2 tahun pertama dan bila memungkinkan sampai 5 tahun. Bila
terdeteksi seorang pekerjadengan asma akibat kerja, kondisi tempat kerja harus
harus dievaluasi apakah memungkinkan bagi pekerja untuk tetap bekerja ditempat tersebut
atau pindah ketempat lain.
3.
Pencegahan Tersier
Dilakukan pada pekerja yang sudah terpapar bahan /
zat ditempat kerja dan diagnosis kearah asma akibat kerja sudah
ditegakkan.Tindakan penting yang dilakukan adalah menghindarkan penderita dari pajanan
lebih lanjut, untuk mencegah penyakit menjadi buruk atau menetap. Bagi mereka
yang belum pindah kerja harus diberitahu bahwa, apabila terjadi perburukan gejala
atau memerlukan tambahan pemakaian obat-obatan atau penurunan fungsi paru atau
peningkatan derajat hiperaktiviti bronkus, maka penderita seharusnya pindah
kerja sesegera mungkin. Pada pekerja yang telah pindah kerja ketempat yang bebas
pajanan harus dilakukan pemeriksaan ulang setiap 6 bulan selama 2 tahun untuk
menilai kemungkinan penyakit menetap atau tidak.
Tag :
MAKALAH P2K
0 Komentar untuk " Contoh Makalah Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma Akibat Kerja Bab II Pembahasan "