BAB II
ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN EXISTENSIALISME
A. Pengertian Filsafat Pendidikan Existensialisme
Filsafat pendidikan existensilisme adalah suatu
aliran tentang pandangan atau pendirian hidup yang bertitik tolak pada manusia
yang konkrit atau nyata.
Aliran ini lebih memfokuskan pada
pengalaman-pengalaman individu dan memberi individu suatu jalan berfikir
mengenai kehidupan dan memberi individu suatu jalan berfikir mengenai
kehidupan.
Sedangkan secara umum, eksistensialisme lebih
menekankan pilihan kreatif subjektifvitas pengalaman manusia, dan tindakan
kongkrit dari keberadaan manusia atau realitas.
Eksistensialisme lebih merujuk pada pengalaman langsung
atas realitas dan berbagai dimensi dari saat sekarang, kesadaran bahwa ia ada
dan bahwa ia adalah makhluk yang bertindak, memilih menciftakan dan
mengekpresikan identitas dirinya dalam proses bertindak dan memilih secara
bertanggung jawab, pengalaman keterlibatan yang sangat intim dalam kehidupan
pemenuhan dan kesulitan- kesulitan.
B. Hal Penting yang Berkenaan Dengan Eksistensialisme
Hal
penting yang berkenaan dengan
eksistensialisme antara lain :
1.
Exsistensi mendahului esensi
2.
Seorang individu tidak memiliki watak esensial, tidak
memiliki identitas diri selain yang terlibat dalam tindak pemilihan
3.
Kebenaran adalah subjektifitas
4.
Abstraksi tidak dapat mencerap maupun mengkomunikasikan
realitas dari eksistensi individual.
5.
Filsafat harus mengkaitkan dirinya dengan
kesulitan-kesulitan dan keadaan batin
manusia seperti kecemasan dan katakutan
6.
Alam semesta tidak memiliki arah atau sekema rasional
7.
Alam semesta tidak memberikan aturan-aturan moral
aturan di bentuk oleh manusia dalam kontek tanggungb jawab
8.
Tindakan individu tidak dapat diramalkan
9.
Individu memiliki kebebasan berkehendak sepenuhnya
10.
Individu tidak bisa tidak harus memuat pilihan-pilihan
11.
Seorang individu dapat menjadi seseorang yang sama
sekali berbeda dari diri yang sebenarnya
C. Aliran Pemikiran Eksistensialisme
Pendapat
Parkay terdapat dua aliran pemikir :
1.
Aliran theistik (bertuhan)
Aliran ini menunjukan bahwa manusia memiliki rasa kerinduan terhadap
wujud sempurna, Tuhan
2.
Aliran Atheistik (tidak ber Tuhan)
Aliran ini menunjukan bahwa manusia harus mempunyai suatu fantasi agar
dapat tinggal dalam berkehidupan tanggung jawab moral, dan ailran ini berfikir
bahwa aliran theistik merendahkan kondisi manusia
D. Pandangan Eksistensialisme dalam Berbagai Aspek
1.
Aspek Realitas
a.
Filsafat spekulatif menjelaskan tentang hal-hal yang
fundamental tentang pengalaman, dengan berpangkal pada realitas yang lebih
dalam yang secara inheren telah ada dalam diri individu
b.
Filsafat skeptik menjelaskan tentang pengalaman manusia
adalah palsu, tidak ada sesuatupun yang dapat kita kenal dari realitas
Namun
eksistensialisme menolak kedua pandangan tersebut, menurut eksistensialisme
realitas adalah kenyataan hidup itu sendiri untuk menggambarkan realitas, kita
harus menggambarkan apa yang ada dalam diri kita bukan yang ada di luar kondisi
kita.
Eksistensi mengakui bahwa apa yang dihasilkan sama
cukup asli, namun tidak memiliki makna kemanusiaan secara langsung
Paham eksistensialisme bukan hanya satu, melainkan
terdiri dari berbagai pandangan yang berbeda-beda. Namun pandangan-pandangan
tersebut memiliki beberapa persamaan
sebagai berikut :
·
Motif pokok dari filsafat eksistensialisme ialah
apa yang disebut “eksistensi” yaitu cara manusia berada
·
Bereksistensi harus diartikan secara dinamis
·
Manusia dipandang sebagai makhluk terbuka, realitas
yang belum selesai yang masih dalam proses menjadi
·
Eksistensialisme memberi tekanan pada pengalaman
konkrit, pengalaman yang eksistensial.
2.
Aspek Pengetahuan
Teori
pengetahuan eksistensialisme banyak dipengaruhi oleh filsafat fenomenologi,
suatu pandangan yang mengembangkan penampakan benda-benda dan peristiwa
–peristiwa sebagaimana benda-benda tersebut menampakan dirinya terhadap
kesadaran manusia pengetahuan yang di dapat dan sekolah bukan hanya untuk
memperoleh pekerjaan atau karir anak, melainkan untuk dapat dijadikan alat
perkembangan dan alat pemenuhan diri, pelajaran di sekolah akan dijadikan alat
untuk merealisasikan diri bukan merupakan suatu disiplin yang kaku dimana anak
harus patuh dan tunduk terhadap isi pelajaran tersebut. Biarkan pribadi anak
berkembang untuk menemukan kebenaran-kebenaran dalam kebenaran.
3.
Aspek Nilai
Pemahaman
eksistensialisme terhadap nilai, menekankan kebebasan dalam tindakan kebebasan
bukan merupakan tujuan atau suatu cita-cita dalam dirinya sendiri. Melainkan
merupakan suatu potensi untuk suatu tindakan.
Keputusan yang diambil seseorang akan berakibat apa
yang telah menjadi keputusannya. Tindakan moral mungkin juga untuk suatu
tujuan, seseorang harus berkemampuan untuk menciptakan tujuannya sendiri.
4.
Aspek Pendidikan
Eksistensialisme sebagai filsafat, sangat menekankan
individualitas dalam pemenuhan diri secara pribadi, setiap individu dipandang
sebagai makhluk unik, dan secara unik
pula ia bertangung jawab terhadap nasibnya. Dalam hubungannya dengan
pendidikan, sikun pribadi (1971) mengemukakan bahwa eksistensialisme erat
hubungannya dengan pendidikan, karena keduanya bersinggungan satu dengan yang
lainnya pada masalah- masalah yang sama, yaitu manusia, hidup, hubungannya
antar manusia, hakikat kepribadian dan kebebasan pusat pembicaraan eksistensialisme adalah
“keberadaan” manusia, sedangkan pendidikan hanya dilakukan oleh manusia.
a)
Tujuan Pendidikan
Tujuan
pendidikan adalah untuk mendorong setiap individu agar mampu mengembangkan
semua potensinya untuk pemenuhan diri, setiap individu memiliki kebutuhan dan
perhatian yang spesifik berkaitan dengan pemenuhan tidak ada kurikulumm yang
pasti dan ditentukan berlaku secara umum.
b)
Kurikulum
Kaum
eksistensialis menilai kurikulum berdasarkan pada apakah hal itu berkontribusi
pada pencarian individu akan makna dan muncul dalam suatu tingkatan kepekaan
personal yang disebut greene, kebangkitan yang luas. Kurikulum yang ideal
adalah kurikulum yang memberikan para siswa kebebasan individu yang luas dalam
masyarakat mereka untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan melaksanakan
pencarian-pencarian mereka sendiri, dan menarik kesimpulan-kesempulan mereka
sendiri.
Kurikulum eksistensialis memberikan perhatian yang
besar terhadap humaniora dan seni, karena kedua materi tersebut diperlukan agar
individu dapat mengadakan intropeksi dan mengenalkan gambaran pada dirinya,
pelajaran harus di dorong untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat
mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan, serta memperoleh pengetahuan yang
diharapkan.
Pelajaran secara perorangan harus menggunakan
pengalaman-pengalaman, lapangan mata pelajaran dan keterampilan intelektual
untuk mencapai pemenuhan diri, dan lebih menekankan pada berfikir reflektif.
c)
Proses Belajar Mengajar.
Menurut
Kneller (1971) konsep belajar mengajar eksistensialisme dapat diaplikasikan
dari pandangan Martin Burner tentang “dialog” Dialog merupakan percakapan
antara pribadi dengan pribadi dan dimana setiap pribadi merupakan subjek bagi
yang lainnya, dan merupakan suatu percakapan antara “aku” dan “engkau” (Tuhan)
sedangkan lawan dari dialog adalah “paksaan” diamana seseorang memaksakan
kehendaknya kepada orang lain sebagai objek. Menurut Buber kebanyakan proses
pendidikan merupakan pelaksanaan.
Selanjutnya
Buber menyatakan bahwa hendaknya guru jangan disamakan dengan instruktur, maka
ia hanya akan merupakan perantara sederhana antara materi pelajaran dengan
siswa.
Dalam
proses belajar mengajar pengetahuan tidak dilimpahkan, melainkan di tawarkan,
untuk menjadikan hubungan antara guru dengan siswa sebagai suatu dialog, maka
pengetahuan yang akan diberikan kepada siswa yang harus menjadi bagian dari
pengalaman pribadi guru itu sendiri. Sehingga guru akan berjumpa dengan siswa
sebagai pertemuan antara pribadi dengan pribadi.
d)
Peranan Guru
Menurut
pemikiran eksistensialisme kehidupan tidak bermakna apa-apa dan alam semesta
berlainan dengan situasi yang manusia temukan sendiri di dalamnya, meskipun
demikian dengan kebebasan yang kita miliki, masing-masing dari kita harus
commit sendiri pada penentuan makna bagi kehidupan kita.
Sebuah
karangan Maxine Greene (Parkay, 1998) seorang filosof terkenal yang hariannya
didasarkan pada eksistensialisme, “kita harus mengetahui kehidupan kita,
menjelaskan situasi-situasi kita jika kita memahami dunia dari sudut pendirian
bersama” urusan bersama yang paling berharga yang mungkin paling bermanfaat
dalam mengangkat pencarian pribadi akan makna merupakan proses edukatif,
sekalipun begitu, para guru harus memberikan kebebasan kepaa siswa memilih dan
memberi mereka pengalaman-pengalaman yang akan membantu mereka menemukan makna
dari kehidupan mereka.
Guru hendaknya memberi semangat kepada siswa untuk
memikirkan dirinya dalam suatu dialog guru menanyakan tentang ide-ide yang
dimiliki siswa, dan mengajukan ide-ide lain kemudian membimbing siswa untuk
memilih akternatidf-alternatif, sehingga siswa akan melihat, bahwa kebenaran
tidak terjadi pada manusia, lebih dari itu, siswa harus menjadi faktor dalam
suatu drama belajar, bukan penonton.
Guru harus mampu membimbing dan mengarahkan siswa
dengan seksama sehingga siswa mampu berfikir relatif dengan melalui pertanyaan-
pertanyaan. Dalam arti, guru tidak mengarahkan dan tidak memberi instruksi,
guru hadir dalam kelas dengan wawasan yang luas agar betul-betul menghasilkan
diskusi tentang mata pelajaran. Diskusi merupakan metode utama dalam pandangan
eksistensialisme, siswa memiliki hak untuk menolak interpretasi guru tentang
pelajaran. Sekolah merupakan suatu forum dimana para siswa mampu berdialog
dengan teman-temannya, dan guru membantu menjelaskan kemajuan siswa dalam
pemenuhan dirinya.
Power (1982) mengemukakan beberapa implikasi filsafat
pendidikan eksistensialisme sebagai berikut :
1)
Tujuan Pendidikan
Memberi bekal pengalaman yang luas dan
komprehensif dalam semua bentuk kehidupan
2)
Status siswa
Makhluk rasional dengan pilihan bebas dan tanggung jawab atas pilihannya,
suatu kemitmen terhadap pemenuhan tujuan pribadi
3)
Kurikulum
Yang diutamakan adalah kurikulum liberal, kurikulum liberal merupakan
landasan bagi kebebasan manusia, kebebasam memiliki aturan-aturan oleh karena
itu, disekolah diajarkan pendidikan sosial, untuk mengajar “respek” (rasa
hormat) terhadap kebebasan untuk semua respek terhadap kebebasan bagi yang lain
adalah esensial kebebasan dapat menimbulkan konplik.
4)
Peranan guru
Melindungi dan memelihara kebebasan akademik, dimana mungkin guru pada
hari ini, esok lusa mungkin menjadi murid
5)
Metode
Tidak ada pemikiran yang mendalam tentang metode, tetapi metode apapun
yang dipakai harus merujuk pada cara untuk mencapai kebahagiaan dan karakter
yang baik.
Tag :
MAKALAH AGAMA
0 Komentar untuk " CONTOH MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN EKSISTENSIALISME BAB II "